Kamis, 20 Desember 2012

DAYAK BAHAU

Suku Dayak Bahau

Suku Dayak Bahau
Jumlah populasi
kurang lebih 4.900, .
Kawasan dengan populasi yang signifikan
Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur: 4.900
Bahasa
Bahau ( bhv ), Indonesia
Agama
Kaharingan
Kelompok etnik terdekat
suku Dayak

Suku Dayak Bahau adalah sebuah sub-suku dari suku Dayak yang mendiami kawasan Kabupaten Kutai Barat (9,3%), Kalimantan Timur.
Suku ini mendiami daerah kecamatan :
  1. Long Iram, Kutai Barat
  2. Long Bagun, Kutai Barat

Lagu Dayak Bahau

Bahasa Bahau

Silsilah Bahasa Kayan-Murik

  1. Kayan-Murik (17 bahasa)
    1. Bahasa Kayan(Suku Kayan) :
      1. Bahasa Bahau :(Suku Bahau di Kutai Barat, Kalimantan Timur)
      2. Dialek Kayan Busang : (Suku Busang, di Kutai Barat, Kalimantan Timur)
      3. Dialek Kayan Wahau  : (Suku Kayan Wahau di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur)
      4. Dialek Kayan Mahakam  : Suku Kayan Mahakam di Kutai Barat, Kalimantan Timur)
      5. Dialek Kayan Sungai Kayan  : Suku Kayan Sungai Kayan di (Malinau, Kalimantan Timur)
      6. Dialek Kayan Baram  : Suku Kayan Baram, (Sarawak)
      7. Dialek Kayan Rejang  : Suku Kayan Rejang (Sarawak)
      8. Dialek Kayan Mendalam : Suku Kayan Mendalam di (Kapuas Hulu, Kalimantan Barat)
    2. Modang :
      1. Bahasa Modang  : (Suku Modang di Kutai Barat, Kalimantan Timur)
      2. Bahasa Segai  : (Berau, Kalimantan Timur)
    3. Punan Muller-Schwaner :
      1. Bahasa Aoheng : (Suku Aoheng/Suku Penihing di Kutai Barat, Kalimantan Timur)
      2. Bahasa Punan Aput  : (Kalimantan Timur)
      3. Bahasa Punan Merah  : (Kalimantan Timur)
      4. Bahasa Uheng-Kereho  : Suku Punan Uheng-Kereho di (Kapuas Hulu, Kalimantan Barat)
      5. Bahasa Bukat  : (Suku Bukat di Kutai Barat, Kalimantan Timur)
      6. Bahasa Hovongan  : Suku Punan Hovongan di (Kapuas Hulu, Kalimantan Barat)
    4. Murik
      1. Dialek Kayan Murik : Suku Kayan Murik di (Sarawak)


               Dayak Bahau merupakan salah satu komunitas subsuku Dayak yang besar di Kalimantan Timur. Warga Dayak Bahau umumnya berdiam di daerah hulu sungai Mahakam, tepatnya di Kabupaten Kutai Barat. Selain mendiami tepian sungai Mahakam, sebagian orang Dayak Bahau bermukim di kampung Matalibaq atau Uma Telivaq, di tepi sungai Pariq, anak sungai Mahakam.
      Dari penuturan lisan, orang Dayak Bahau di Uma Telivaq, berasal dari Telivaq Telang Usan, Apo Kayan. Mereka pindah karena kawasan Apo Kayan tidak subur (kini daerah Apo Kayan dihuni Dayak Kenyah, Kabupaten Bulungan di hulu sungai Kayan yang berbatasan dengan Sarawak, Malaysia Timur.
      Konon sewaktu rombongan ini menyeberang sungai Mahakam dengan jembatan dari anyaman rotan, rombongan yang belum menyeberang berteriak "payau-payau". Karena jaraknya cukup jauh, rombongan yang sudah tiba di seberang, bukanlah mendengar payau melainkan "kayau", yang berarti ada musuh menyerang. Mendengar teriakan itu, rombongan di seberang memotong jembatan. Setelah itu, barulah mereka sadar bahwa telah terjadi salah pengertian. Yang diteriakkan bukan kayau tapi ayau yang artinya rusa.
      Akhirnya rombongan yang belum menyeberang kembali ke tempat semula, yaitu Telivaq Telang Usan. Rombongan yang meneruskan perjalanan singgah di Lirung Isau, dekat Muara Pariq dan membuat perkampungan dan dipimpin seorang hipui (raja, Red.) bernama Tana Yong.
      Setelah sekitar 5 tahun, tahun tahun 1821 mereka pindah ke Uma Tutung Kalung, tepat di Dermaga Wana Pariq saat ini. Mereka menetap di kawasan ini hingga tahun 1907 di bawah pimpinan Hipui Ding Luhung. Setelah Hipui Ding Luhung wafat, digantikan Hipui Bang Gah, pada tahun 1907 mereka melakukan perpindahan lagi dan membuat luvung (tempat singgah sementara) di Long Paneq hingga tahun 1909.
      Dari Long Paneq mereka pindah dan terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama membuat perkampungan di Bato Lavau dengan pimpinan Hipui Bang Gah. Tahun 1910, kampung Bato Lavau terkena layo (sampar, Red.), mereka pindah ke Ban Lirung Haloq.
      Rombongan kedua dipimpin Hipui Bo Ngo Wan Imang masuk sungai Meliti dan membuat luvung di gah (riam kecil) Bekahaling, sekitar tahun 1909. Tahun 1910 pindah dan membuat perkampungan di sungai Tuvaq. Setelah itu, mereka keluar sungai Pariq dan membuat luvung di Gah Belawing. Tahun 1913, kedua hipui sepakat bersatu di Uma Lirung Bunyau dibawah pimpinan Hipui Belawing Ubung.
      Maka tahun 1919 mereka melakukan perpindahan dan menetap di Datah Itung, sering juga disebut Lirung Arau atau lebih dikenal dengan sebutan Uma Telivaq atau Matalibaq kini dipimpin Hipui Belawing Ubung.

      Pengelompokan Sosial=

              Dulu masyarakat Dayak Bahau mengenal tiga jenis pengelompokan dalam masyarakat. Yakni keturunan bangsawan (hipui), keturunan masyarakat biasa (panyin), keturunan budak (dipan). Namun, saat kini tinggal dua saja, yakni hipui dan pinyin.
      Dalam struktur masyarakat Dayak Bahau di Matalibaq, peranan hipui sangat penting dalam mengatur kehidupan masyarakat. Hipui adalah orang yang paling tahu tentang adat istiadat, orang yang baik hati dan tidak pilih kasih sehingga menjadi panutan dalam masyarakat.
      Dalam hal perladangan, hipui lah yang berhak menentukan kapan harus memulai kegiatan perladangan, penetapan lokasi ladangan. Kelompok masyarakat biasa (panyin) terkondisi menaruh rasa hormat yang tinggi terhadap hipui. Namun sejak diberlakukannya UU Pemerintahan Desa tahun 1979, peran hipui berkurang. Karena selain kepala adat, juga ada kepala desa/dusun/kampung. Terjadi pergeseran peranan hipui dalam masyarakat. Hipui bukan lagi dipandang sebagai tokoh sentral dalam masyarakat. Namun demikian keberadaan keturunan hipui tetap dihormati dalam masyarakat. 

      Perkawinan Adat Suku Dayak Bahau dan segala kemeriahannya.


      Kyaa..!! Seorang perempuan cantik berpakaian adat lengkap berteriak dan tertawa lepas yang bercampur aduk dengan hiruknya music pengiring acara. Anak-anak kecil pun tak ketinggalan heboh berlari kesana dan kesini, sementara tak perduli sang ibu dan ayah di sudut sana tengah menjadi bulan-bulanan. Seolah menemukan dunianya, Pemuda dan Pemudi saling berbalas satu sama lain. Dan masih di sekitar keramaian itu, perempuan cantik yang satu lagi dengan mata yang sedikit nakal dan liar telah siaga mencari korban yang berikutnya… Hihihi…
      Itulah Session dimana Coret-Mencoret muka yang merusak riasan wajah menjadi legal pada Dangai (Pesta) Perkawinan Adat Dayak Bahau Busang. Saat itu tiba dan berlangsung adalah pada penghujung acara. Bahan yang dipakai untuk itu tebuat dari kayu arang hasil pembakaran yang ditumbuk sampai halus lalu dicampur merata dengan minyak untuk menggoreng, Maka siaplah sudah untuk digunakan.
      Yang menjadi “korban” mau tak mau pasrah untuk menerima, namun..”Waktu dan Tempat “ dipersilahkan pula untuk membalas. tak perlu pikir panjang siapa dia, pangkatnya apa, status sosialnya apa.. pokoknya “pukul rata” karena saat itu semua orang adalah sama.Toh.., Kesemua itu bagian dari keriangan dan kesemarakan pesta.
      Puncaknya…, semua tamu yang hadir tak ada satupun yang luput dari Arang hitam penghias wajah..



2 komentar:

  1. Mantap. saya salut dan senang dengan tulisan di blog ini. informasi yg disampaikan sukup akurat. mudahan ada yg dapat kita sharing bersama.

    BalasHapus